Indeksasi jurnal sering kali menjadi semacam piala prestisius di kalangan pengelola jurnal ilmiah. Tidak sedikit yang berpikir, "Asal jurnal saya sudah masuk Scopus, WoS, atau DOAJ, urusan selesai!" Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, apakah benar indeksasi jurnal itu cuma soal pengakuan semata? Atau seharusnya lebih dari itu?
Illustration of scientific publication - Image by pressfoto on Freepik |
Indeksasi: Apa Itu Sebenarnya?
Mari kita mulai dari dasar. Indeksasi jurnal adalah proses di mana sebuah jurnal diakui oleh lembaga pengindeks untuk bisa masuk ke dalam database mereka. Proses ini biasanya melibatkan evaluasi kualitas jurnal, mulai dari kelengkapan metadata, relevansi topik, hingga konsistensi publikasi. Jika sudah lolos, jurnal tersebut akan muncul di laman lembaga pengindeks, dan ini sering dianggap sebagai momen "kemenangan" oleh banyak pengelola jurnal.
Namun, di sinilah letak kesalahpahamannya. Indeksasi bukan cuma soal munculnya profil jurnal di website lembaga pengindeks. Itu baru tahap awal. Indeksasi yang sebenarnya mengharuskan pengelola jurnal lebih proaktif dalam mengirimkan metadata artikel yang diterbitkan. Tujuannya? Supaya artikel-artikel ini bisa diakses oleh peneliti dari berbagai belahan dunia.
Sebatas "Terindeks"?
Bayangkan ini: Anda punya toko online. Toko Anda sudah terdaftar di marketplace besar seperti Tokopedia atau Shopee, tapi Anda tidak pernah upload produk di sana. Toko Anda hanya punya profil kosong tanpa barang jualan. Apakah orang akan mampir ke toko Anda? Ya, kemungkinan besar tidak.
Sama halnya dengan indeksasi jurnal. Banyak pengelola jurnal yang berhenti setelah jurnal mereka "diindeks". Mereka berpikir, “Sudah cukup! Kami sudah terdaftar di lembaga pengindeks.” Tapi kenyataannya, tanpa mengunggah metadata artikel secara rutin, jurnal tersebut tetap tak lebih dari sekadar profil kosong di "marketplace" ilmiah.
Padahal, lembaga pengindeks seperti Scopus, WoS, atau DOAJ itu bukan sekadar tempat untuk memajang jurnal. Mereka adalah pintu gerbang yang memungkinkan artikel-artikel kita diakses oleh khalayak yang lebih luas. Kalau kita tidak rajin mengirimkan metadata, bagaimana para peneliti, dosen, atau mahasiswa dari seluruh dunia bisa menemukan artikel-artikel kita? Tentu saja, artikel kita jadi tenggelam dalam lautan informasi.
Lucunya, saya pernah lihat ada jurnal yang memajang logo Scopus pada artikel-artikelnya. Okelah jurnalnya memang terindeks di Scopus. Tapi apa iya logonya perlu dimasukkan di artikel? Sebegitu bangganya pengelola jurnal setelah jurnalnya diindeks Scopus.
Yuk, Jadi Pengelola yang Lebih Aktif!
Jadi, apa langkah selanjutnya? Pengelola jurnal perlu mulai melihat indeksasi sebagai proses berkelanjutan. Setelah terdaftar, pengelola harus terus meng-update metadata artikel yang diterbitkan. Pastikan setiap artikel yang dipublikasikan terindeks dengan baik, sehingga artikel tersebut muncul di laman lembaga pengindeks dan mudah ditemukan oleh para peneliti.
Proses ini mungkin terlihat remeh, tapi dampaknya besar. Artikel yang mudah diakses akan lebih mungkin dibaca, di-sitasi, dan pada akhirnya menaikkan peringkat jurnal Anda di mata komunitas ilmiah global. Siapa tahu, artikel Anda bisa jadi referensi utama untuk riset-riset besar di masa depan!
Epilog: Indeksasi Bukan Akhir, Tapi Awal
Kesimpulannya, indeksasi jurnal bukanlah garis finish, melainkan garis start. Jadi, setelah jurnal Anda terindeks, jangan berhenti di situ saja. Teruslah aktif memperbarui metadata dan memastikan artikel-artikel Anda terindeks dengan benar.
Kita semua tentu ingin jurnal kita diakui, dibaca, dan dijadikan referensi, bukan? Nah, kuncinya ada di pengelolaan yang proaktif dan berkelanjutan. Kalau tidak, profil jurnal kita hanya akan jadi "etalase kosong" yang jarang dikunjungi.
Jadi, indeksasi jurnal: Sebatas pengakuan, atau… langkah awal menuju pengakuan yang sesungguhnya? You decide! 😄